Rabu, 23 Maret 2011

Bencana tsunami di Jepang dan dampak-dampaknya dengan kajian psikologi (Post traumatic stress disorder).

Jepang, pada tanggal 11 maret 2011 tepatnya sekitar pukul 15.00 waktu Tokyo mengalami gempa berkekuatan 8.9 SR yang disertai dengan tsunami. Korban yang belum ditemukan dalam bencana ini, dan mungkin akan sulit untuk melakukan pencarian korban pasca bencana ini karena begitu banyaknya warga jepang yang tinggal ditempat itu. Selain orang jepang ada juga orang Indonesia dan orang dari Negara lain yang tinggal di tempat kejadian. Kejadian ini bukan hanya merusak infrastruktur saja tapi juga berpengaruh pada ekonomi dan keadaan psikologis warga yang berada disana.

Warga yang selamat dari bencana gempa dan tsunami tersebut memiliki kemungkinan akan mengalami yang disebut dengan post traumatic stress disorder. Post Traumatic Stress Disorder adalah reaksi maladaptif yang berkelanjutan terhadap suatu pengalaman traumatis. Pengalaman traumatis ini merupakan pengalaman luar biasa yang mencekam, mengerikan, dan mengancam jiwa seseorang, seperti peperangan, korban perkosaan, korban kecelakaan hebat dan orang-orang yang telah menjadi saksi dari hancurnya rumah-rumah dan lingkungan hidup mereka oleh bencana alam, atau oleh bencana teknologis seperti tabrakan kereta api atau kecelakaan pesawat, dsb. Gangguan Stress  Pasca Trauma ini kemungkinan berlangsung berbulan-bulan, bertahun-tahun atau sampai beberapa dekade dan mungkin baru muncul setelah beberapa bulan atau tahun setelah adanya pemaparan terhadap peristiwa traumatis. Individu akan didiagnosa mengalami PTSD bila setelah periode yang cukup panjang, ia tak mampu kembali ke fungsinya yang semula, dan terus dicekam oleh pengalaman-pengalaman mengganggu.

Kerentanan terjadi Post Traumatic Stress Disorder pada individu sangat tergantung pada beberapa faktor seperti resiliensi dan kerentanan terhadap efek trauma, riwayat penganiayaan seksual masa anak-anak, keparahan trauma, derajat pemaparan, ketersediaan dukungan sosial, penggunaan respon coping aktif dalam menghadapi stresor traumatis, dan perasaan malu. Dalam kaitannya dengan gender, perempuan lebih banyak mengembangkan PTSD sebagai respon terhadap trauma meskipun pria juga sering dihadapkan pada pengalaman traumatis.

Symtomps yang muncul pada Post Traumatic Stress disorder meliputi:
1)      Ingatan atau bayangan mencengkeram tentang trauma, atau merasa seperti kejadian terjadi kembali ("Flashbacks").
2)      Respon-respon fisik seperti dada berdebar, munculnya keringat dingin, lemas tubuh atau sesak nafas saat teringat atau berada dalam situasi yang mengingatkan pada kejadian yang buruk di masa lalu.
3)      Kewaspadaan berlebih, kebutuhan besar untuk menjaga dan melindungi diri.
4)      Mudah terbangkitkan ingatannya bila ada stimulus atau rangsang yang berasosiasi dengan trauma (lokasi, kemiripan fisik atau suasana, suara dan bau, dan sebagainya). 

Banyak orang dengan pengalaman PTSD berulang-ulang cobaan dalam bentuk episode flashback, kenangan, mimpi buruk, atau pikiran menakutkan, terutama ketika mereka dihadapkan pada peristiwa atau objek mengingatkan pada trauma .Acara peringatan juga dapat memicu gejala. Orang dengan PTSD juga mengalami mati rasa emosional dan tidur gangguan, depresi , gelisah, dan lekas marah atau ledakan amarah. Perasaan bersalah yang intens juga umum. Kebanyakan orang dengan PTSD berusaha untuk menghindari pengingat atau pikiran cobaan berat ini.PTSD didiagnosa bila gejala berlangsung lebih dari 1 bulan. Gejala fisik seperti sakit kepala, kesulitan pencernaan, masalah sistem kekebalan tubuh, pusing , sakit dada , atau ketidaknyamanan di bagian lain dari tubuh yang umum pada orang dengan PTSD. Seringkali, gejala-gejala ini mungkin diobati tanpa pengakuan bahwa mereka berasal dari gangguan kecemasan.

Memang orang jepang sudah terbiasa dengan bencana. Sehingga gempa dan tsunami bukan lagi menjadi hal menakutkan. Meskipun demikian, tsunami telah menebar ketakutan tersendiri, terlebih lagi dengan ancaman bocornya reaktor nuklir. Ketakutan orang Jepang mungkin berbeda dengan orang indonesia. Dampak-dampak yang ditimbulkan akibat bencana ini begitu banyak sehingga membuat korban yang selamat merasakan betapa rasa takut dan ketidakberdayaannya sangat besar yang membuat mereka hanya bisa terdiam meratapi semua ini. Gempa dan tsunami ini menelan banyak korban, sekitar 7.200 orang tewas dan 11.000 orang hilang dan dampak lain pada jutaan orang. Korban dari bencana ini yang selamat kekurangan air, pasokan listrik, bahan bakar dan makanan serta ribuan orang yang kehilangan tempat tinggal. Selain ini semua bencana ini merusak reactor nuklir yang membuat banyak orang resah.

Tapi seharusnya kita sebagai warga Indonesia yang pernah mengalami bencana sama seperti ini juga seharusnya bisa membantu meringankan beban mereka. Mungkin warga Indonesia atau warga yang lain yang bertempat tinggal dekat dengan daerah terkena gempa dan tsunami tersebut bisa membantu memberi dorongan untuk bangkit dari keterpurukan mereka dan menghilangkan sedikit demi sedikit stress pasca trauma yang dialamni warga tersebut.

Pengobatan yang  dilakukan melalui terapi kognitif-perilaku, terapi kelompok, atau terapi pemaparan, di mana orang tersebut secara bertahap dan berulang kali hidup kembali pengalaman menakutkan dengan kondisi terkendali untuk membantu dia atau karyanya melalui trauma. Beberapa jenis obat, terutama inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI) dan lainnya antidepresan , juga dapat membantu meringankan gejala PTSD. Dan memberikan orang kesempatan untuk berbicara tentang pengalaman mereka segera setelah peristiwa bencana dapat mengurangi beberapa gejala PTSD.Sebuah studi tentang 12.000 anak-anak sekolah yang tinggal melalui badai di Hawaii menemukan bahwa mereka yang mendapat konseling awal lakukan jauh lebih baik 2 tahun kemudian daripada mereka yang tidak, ini juga bisa dilakukan kepada korban-korban tsunami di Jepang.

Refrensi :
Kompas.com